Monday, January 12, 2015

PAN: Faktanya, Partai yang Tak Aklamasi Malah Pecah

PAN: Faktanya, Partai yang Tak Aklamasi Malah Pecah

Tren aklamasi dalam pemilihan ketua umum partai politik di Indonesia ‎mengemuka. Sebagian pihak menilai aklamasi bukanlah cara demokratis memilih pemimpin, namun sebagian lagi menyoroti fakta bahwa banyak partai yang sukses justru dipimpin oleh ketum aklamatif.

"Partai-partai yang aklamasi rata-rata selamat dari perpecahan," kata Wakil Ketua Umum PAN Dradjad Wibowo di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Senin (12/1/2015).

Drajdad berbicara dalam diskusi bertajuk "Tren Aklamasi dan Regenerasi Kepemimpinan". Ada Sekjen Gerindra Ahmad Muzani, Waketum Max Sopacua, dan pengamat politik CSIS Philip Vermonte yang juga hadir sebagai narasumber.

Dradjad menyoroti PDIP yang bulat mendukung Megawati Soekarnoputri sebagai Ketum. Ada pula Partai NasDem, Hanura, Gerindra, PKB, dan PAN yang memilih Hatta Rajasa secara aklamasi lewat Kongres di Batam pada 2010.

Justru, partai-partai yang menjalani prosesi pemilihan Ketum secara tak aklamasi malah pecah. "PPP malah pecah. Yang lain, aklamasi," ucap Dradjad.‎

‎Ada pula Partai Demokrat yang secara tak aklamasi memilih Anas Urbaningrum sebagai Ketum lewat Kongres di Bandung, Jawa Barat. Namun akhirnya, Demokrat justru dilanda hal-hal yang tak menguntungkan di waktu-waktu yang lebih lanjut.

"‎Hasil yang paling dramatis di Demokrat. Seorang yang bukan pendiri partai bisa mengerahkan tokoh sentral partai, Pak SBY. Yang terjadi perpecahan. Itu berlarut-larut dan muncullah luka-luka yang tabu disuarakan," tutur Drjadjad.

‎Meski begitu, Dradjad tak menyatakan bahwa aklamasi atau voting menjadi cara yang lebih baik. Hanya saja, memang begitulah catatan politik yang terjadi. Lalu bagaimana dengan PAN?

"‎Kalau aklamasi lebih memungkinkan, maka tentu aklamasi yang akan dipilih," tutur yang ingin melihat regenerasi dalam tubuh PAN terjadi alamiah ini. detik.com

Blog Archive