Wednesday, March 11, 2015

Serrr! Ini Cerita Pemukulan Ali Ngabalin yang Berawal dari 'Munas Abal-abal'

Serrr! Ini Cerita Pemukulan Ali Ngabalin yang Berawal dari 'Munas Abal-abal'

Ali Mochtar Ngabalin jadi korban pemukulan di acara kumpul-kumpul Aburizal Bakrie (Ical) dengan pengurus DPD I dan II Golkar di Hotel Grand Sahid, Jl Sudirman, Jakarta. Sebelum pemukulan itu terjadi, Ali Mochtar berdebat panas dengan Waketum Golkar Yorrys Raweyai.

Perdebatan itu terjadi dalam dialog interaktif di Metro TV, Selasa (10/3) petang. Saat itu di studio Metro TV hadir Yorrys Raweyai yang memaparkan soal keputusan Menkum HAM mengakui kepengurusan Golkar hasil Munas Ancol. Lalu, Ali Ngabalin yang berada di Hotel Grand Sahid dihubungi melalui sambungan siaran langsung.

Ali Ngabalin awalnya ditanyai tanggapannya soal keputusan Menkum HAM yang mengakui kepengurusan hasil Munas Ancol. Dia lalu memberi tanggapan dengan nada datar. Dia menyatakan Aburizal Bakrie akan menanggapi surat Menkum HAM yang mengakui kepengurusan kubu Agung Laksono.

Ali Ngabalin lalu membacakan isi surat Menkum HAM yang mengakui kepengurusan Munas Ancol. Dia tertawa kecil setelah membaca surat tersebut. Lalu dia menjelaskan bahwa putusan Mahkamah Partai, yang menjadi dasar keputusan Menkum HAM, tak pernah memenangkan Munas Ancol.

"Tidak ada satu pun partai, berdasarkan keputusan Mahkamah Partai Golkar, memenangkan Munas Bali atau munas oplosan, munas abal-abal yang di Ancol. Hehehehe... Munas Ancol itu munas abal-abal," kata Ali.

Mendengar pernyataan tersebut, Yorrys bereaksi, dia terlihat emosi. Yorrys menyela pernyataan Ali Mochtar. Perdebatan sengit pun tak terhindarkan. "Kau jangan bilang-bilang abal-abal yang di Ancol! Jangan kau bilang abal-abal di Ancol!" tukas Yorrys.

"Anda post power syndrome, post power syndrome. Anda kepingin berkuasa," balas Ali Mochtar. Beberapa kali mengulang pernyataannya, lalu Ali Mochtar membuat gerakan meledek Yorrys. Tangan kanannya yang memakai cincin batu akik digerak-gerakkan di dekat wajahnya. "Serrrrr....," ledek Ali.

"Saya cari kau nanti, kita bicara!" sergah Yorrys.

"Siapa takut Anda! Saya ketemu kau! Di mana? Jangan main-main. Jangan main gertak Anda!" balas Ali.

"Saya tidak menggertak, nanti saya ketemu kau di Sahid, kita bicara," tanggap Yorrys.

Pembawa acara lalu menengahi keduanya dan menutup diskusi.

Malam harinya, sekitar pukul 21.00 WIB, saat Ical sedang berpidato di acara tertutup dengan DPD I dan II Golkar, terjadi kericuhan dari dalam ruang acara. Seorang pria diketahui memukul Ali Mochtar Ngabalin dengan tongkat kayu. Ical sempat menghentikan pidatonya karena insiden itu.

Ali Ngabalin menuding pria itu digerakkan oleh Yorrys Raweyai. "Ini buntut dialog interaktif, sempat terjadi perdebatan dengan Bang Yorrys. Bang Yorrys bilang dia akan datang ke Sahid, tapi saya nggak menyangka yang datang seperti ini," ujar Ali kepada wartawan usai insiden pemukulan di Hotel Grand Sahid.

Sekitar setengah jam setelah insiden itu, kurang lebih 10 pria berpakaian bebas mendekat ke tempat digelarnya rapat yakni di ruang Puri Agung, Hotel Grand Sahid. Mereka mencari-cari Yorrys Raweyai.

"Yorrys! Mana Yorrys!" teriak para pria itu. Mereka menganggap Yorrys sebagai pihak yang menyuruh pria penyusup yang bikin onar di rapat tersebut.

Yorrys membantah tudingan Ali. Dia menegaskan tak pernah menyuruh seseorang untuk memukul Ali ataupun membuat kerusuhan di acara kubu Ical. Yorrys memang sempat berdebat dengan Ali, namun dia menegaskan tak ada masalah setelah debat itu.

"Loh saya mana tahu. Apalagi saya dengar sekuritinya begitu kuat, mana mungkin ada orang yang berani menyusup ke acara mereka," kata Yorrys saat dihubungi, Rabu (11/3) pagi ini.

Yorrys menduga aksi pemukulan itu karena memang ada yang tidak suka dengan sikap Ali Ngabalin. "Mungkin itu spontanitas orang di sana karena dia ngomong yang memperkeruh suasana," ujarnya.

Selain itu, Yorrys juga mengatakan akan mencari orang-orang yang berteriak-teriak menyebut namanya di acara Ical tersebut. "Saya akan mencari siapa-siapa mereka," tutur Yorrys. detik.com

Blog Archive