Thursday, February 19, 2015

Menhut Siti Nurbaya dan Batu Pyrus Warisan Ibunda, Serta Tips Berburu Akik

Menhut Siti Nurbaya dan Batu Pyrus Warisan Ibunda, Serta Tips Berburu Akik

Demam batu akik melanda nusantara, batu mulia jadi idola hampir semua lapisan masyarakat. Tak terkecuali Siti Nurbaya yang sudah lama menggandrungi batu milia.

Siti Nurbaya yang kini menjabat Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup punya banyak koleksi yang dikumpulkannya sejak zaman kuliah dulu. Tapi ada satu batu mulia atau gemstone yang penuh kenangan, yakni batu pyrus berwarna biru-hijau nan indah, warisan ibundanya.

"Pertama sekali tahun 1975 waktu ibu saya wafat, ayah saya memberikan batu Phyrus ibu saya untuk saya. Saya kebetulan memang suka batu jadi saya pakai terus, sekarang tidak dipakai karena ringnya sudah tak muat," kata Siti saat berbincang santai dengan detikcom, Kamis (19/2/2015).

Kemudian pada tahun 1985, Siti Nurbaya sekolah di Belanda, dia mempelajari arela photography rural and land ecology . Pada saat itu dia belajar tentang geomorfologi, rasa penasarannya terhadap batu mulia pun mulai terjawab.

"Saya selesai master tahun 1988 balik ke Indonesia, kita berdiskusi dengan LIPI waktu itu Puslitbang Geoteknologi dan Puslitbang ESDM, mereka mensosialisasikan bahwa geologi kuarterner itu penting untuk perencanaan daerah," kata Siti, mengungkap keberadaan batu mulia yang kaya sangat terkait dengan kondisi alam di lokasi asalnya.

"Geologi kuarter adalah suatu kondisi dengan konsekuensi misalnya daerah patahan yang rawan gempa atau daerah longsor dan lain-lain itu biasanya punya corak batu bagus-bagus dan berwarna-warni," kata Siti memaparkan pengalamannya.

"Jadi di daerah yang ada patahan, daerah vulkanik, atau daerah yang banyak ditemukan emas itu hampir pasti di daerah itu banyak gemstone berwarna-warni," lanjutnya.

Dia mengungkap pengalamannya tahun 1990 silam saat menjabat kepala bidang penelitian di pemerintah daerah, kala turun ke lapangan tidak sengaja kendaraannya menabrak batu cokelat yang sangat buruk dari luar. Namun saat terbelah di dalamnya ternyata adalah batu topas yang sangat indah.

"Jadi lapisan luarnya itu cokelat kusam jelek sekali, tapi setelah dibelah dalamnya indah. Jadi kalau mau cari batu di sungai-sungai dekat gunung api, cari yang lapisan luarnya jelek, kalau peneliti itu kan diketok palu, nanti akan kelihatan inti batunya warna-warni," ceritanya antusias.

Siti sendiri saat ini lebih suka memakai cincin emas bermata batu ruby dan bacan khas Halmahera yang berukuran tidak begitu besar. "Ini bacan, saya pakai bukan karena lagi terkenal, tapi memang saya pakai sudah lama," katanya sembari tersenyum.

Tak hanya cincin, mantan Sekjen DPD RI ini juga mengenakan gelang dengan hiasan giok berwarna hijau yang indah. "Ini kecil kok nggak mahal, hanya saya seneng ngeliatnya," katanya.

Dia sebenarnya berharap demam batu akik atau batu mulia di Indonesia ini harus diambil manfaat positifnya. Salah satunya dengan mengelolanya untuk meningkatkan kesehahteraan rakyat.

"Saya senang ketika batu mulia jadi tren, itu bisa jadi pendorong pembangunan. Karena sepotong saja mahal harganya. Kalau di Eropa itu batu mulai satu kotak kecil bisa dijual 75 atau 90 USD," katanya.

"Gunanya tidak hanya untuk cincin tapi juga untuk lukisan batu, jadi digiling jadi tepung terus dibuat lukisan tepung. Ini potensi pengembangan daerah. Karena itu perencanaan daerah juga sangat bergantung dengan geomorfologis wilayahnya," harapnya. detik.com

Blog Archive