Monday, March 23, 2015

Pemerintah Indonesia Tidak Perlu Ragu Lakukan Eksekusi Mati

Menanti putusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung untuk terpidana Mary Jane Fiesta Veloso, Martin Anderson dari Ghana, dan Serge Arezki Atlaoui dari Prancis merupakan sikap bijak. Jaksa Agung yang mendesak percepat PK ke MA dengan harapan tidak ada masalah ketika sudah eksekusi mati. Namun ide tersebut menjadi kurang tepat. Jika MA menggunakan masa optimal PK selama tiga bulan berarti kerja terburu-buru. Praktek PK yang tergesa-gesa bisa menimbulkan putusan MA yang tidak berkeadilan. Akan jauh lebih baik, Jaksa Agung segera mengeksekusi mati tujuh orang terpidana yang sudah final. Penundaan akibat PK tida orang terpidana bisa tidak relevan mengingat persiapan sudah 100%.

Seperti dilansir Media Indonesia, Minggu (22/3), kewajiban pemerintah dalam diplomasi eksekusi mati terpidana warga negara asing tergolong urusan kedaulatan negara secara domestik. Tak ada kewajiban pemerintah untuk mengabulkan permohonan negara sahabat (mengampuni terpidana warga negara asing). Konvensi Wina 1961 tentang Hukum Diplomatik, Pasal 41 ayat (1) menegaskan bahwa negara-negara pengirim diwajibkan untuk menghormati hukum dan peraturan hukum lainnya dari negara penerima.

Australia, Belanda, Brasil maupun Filipina wajib menghormati eksekusi mati yang melibatkan warga negaranya dalam sistem hukum Indonesia. Tidak kalah pentingnya juga, bila pengunduran eksekusi mati dihubungkan dengan peninjauan kembali (PK) untuk terpidana Mary Jane Fiesta Veloso dinilai sangat bijak. Adanya novum yaitu unsur bahasa yang digunakan di pengadilan tidak dipahami terpidana wajib dipertimbangkan. Namun, tidak boleh menghalangi tekad bulat eksekusi mati Sembilan warga asing-WNI narapidana yang sudah in-kracht.

Maka dari itu, tidak perlu ada keraguan lagi bagi Presiden Jokowi, khususnya Jaksa Agung untuk segera melakukan eksekusi mati terkecuali bagi terpidana yang belum in-kracht. Karena eksekusi mati tidak bertentangan dengan Undang-undang, mengingat Putusan MK No 34/PPUU/XI/2013 yang menolak usulan penghapusan hukuman mati. Ditambah pula, menuruta data pusat penelitian kesehatan Universitas Indonesia dengan BNN 2014, sebanyak 33 orang meninggal setiap harinya akibat narkoba. Pemerintah Indonesia tidak perlu lagi untuk ragu lakukan eksekusi mati bagi terpidana narkoba demi mencegah kerusakan bencana narkoba bagi generasi muda di masa mendatang.

Blog Archive