Tuesday, March 3, 2015

5 Penyebab Anak Menjadi Begal Versi KPAI

5 Penyebab Anak Menjadi Begal Versi KPAI


‎Sebagian pelaku begal di Jakarta dan sekitarnya diketahui berusia di bawah 18 tahun, atau menurut hukum Indonesia masih digolongkan sebagai anak-anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengumpulkan 5 penyebab anak menjadi begal.

"Pelaku begal bukan hanya orang dewasa namun juga anak usia sekolah. KPAI juga mendapatkan aduan dari masyarakat bahwa di sejumlah titik, anak merasa takut sekolah karena khawatir menjadi korban begal," kata Komisioner KPAI, Susanto, di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (3/3/2015).

Penyebab pertama adalah faktor pengaruh teman sebaya dan lingkungan. Menurut Susanto, anak yang berinteraksi dengan teman atau lingkungan sosial terbiasa melakukan kekerasan, anak menjadi permisif dengan perilaku kekerasan.

"Kedua, disfungsi keluarga. Anak yang lahir dari keluarga bermasalah, berpotensi menimbulkan pribadi yang bermasalah, minimal tumbuh kembangnya kurang optimal," ujar Susanto.

Penyebab ketiga adalah faktor cara berpikir serba instan. Sebagian anak Indonesia, bagi Susanto, yang terpengaruh cara berpikir instan hanyalah dampak dari euforia sebagian kelompok masyarakat yang juga memiliki kultur cara berpikir serba instan.

"Perilaku pembegalan hanyalah bagian kecil dari cara berpikir instan. Anak ingin mendapatkan sesuatu secara instan," ucap Susanto.

Keempat adalah dampak dari bullying, hampir di setiap sekolah diyakini ada bibit-bibit bullying. Meski dalam bentuk bullying verbal dan psikis, hal ini berdasarkan riset IRF 2014.

"Kelima, sebagai dampak dari tontonan kekerasan berkontribusi anak permisif dengan kekerasan. Kalaupun anak tidak menjadi pelaku kekerasan, dalam banyak kasus anak membiarkan terjadinya kekerasan di lingkungannya," kata Susanto.

Kemudian KPAI menyampaikan pencegahan begal pada anak yang, menurut Susanto, tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan tunggal. Namun, perlu diselesaikan secara utuh untuk mensolusi faktor pemicunya.

"Upaya yang perlu dilakukan adalah pemerintah perlu memastikan pemberdayaan keluarga, bukan hanya aspek ekonomi tapi juga memastikan orangtua memiliki perilaku pengasuhan yang ramah anak dan berkarakter," ujar Susanto.

"Pemerintah dan daerah juga perlu memastikan bahwa sekolah tidak ada bibit-bibit kekerasan dan permisif kekerasan. Pemerintah daerah perlu memastikan seluruh tenaga pendidikan dan kependidikan memiliki perspektif perlindungan anak sebagai dasar membangun kultur ramah anak," tambahnya. detik.com

Blog Archive