Sunday, February 15, 2015

Aturan Smelter Berpotensi Hilangkan Pendapatan Negara Rp 18 T

Aturan Smelter Berpotensi Hilangkan Pendapatan Negara Rp 18 T

Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) menyatakan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 1 tahun 2014, tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral dalam negeri berpotensi menghilangkan pendapatan negara dari mineral bauksit mencapai Rp 18 triliun per tahun.

Sekretaris Jenderal APB3I, Erry Sofyan mengatakan hingga saat ini pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) masih belum banyak mengalami perkembangan yang signifikan.

Sampai Oktober tahun lalu, realisasi investasinya baru mencapai US$ 5 miliar atau 28,5 persen dari total rencana investasi pembangunan smelter sebesar US$ 17,5 miliar. Jumlah tersebut masih jauh dari harapan bahwa smelter akan memberikan nilai tambah dan pendapatan negara, ujarnya seperti dikutip dari keterangan resmi, Minggu (15/2).

Di sisi lain, lanjutnya, sejalan dengan Peraturan Menteri ESDM No. 1 tahun 2014 tersebut, sudah banyak perusahaan tambang mineral yang terancam bangkrut dan ribuan karyawannya terpaksa diberhentikan. Permen tersebut menegaskan bahwa komoditi seperti bauksit olahan tidak bisa diekspor.

Padahal komoditi tersebut masih memerlukan kelonggaran dalam kurun waktu tertentu, sejalan dengan tenggat waktu pembangunan smelternya, jelasnya.

Meskipun begitu, kata Erry, saat ini sudah ada perusahaan bauksit yang tetap berusaha membangun smelter meskipun dalam keadaan yang sulit. Padahal, pembangunan smelter itu juga tidak mendapatkan dukungan sarana infrastruktur.

Erry yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Harita Prima Abadi Mineral mengatakan pihaknya tengah membangun smelter alumina dengan total kapasitas produksi sebesar 4 juta ton alumina per tahun di bawah naungan PT Well Harvest Winning Alumina Refinery yang berlokasi di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, termasuk membangun pembangkit listrik beserta pelabuhannya.

Untuk membangun smelter sebesar itu perusahaannya menghabiskan biaya hingga US$ 2,28 miliar. Menurut Erry, apabila pemerintah tidak bisa memberikan infrastruktur yang memadai, setidaknya pemerintah bersedia memberikan insentif fiskal maupun non fiskal kepada mereka yang serius membangun.

"Seyogyanya pemerintah memenuhi janji dengan memberi kesempatan ekspor seperti halnya kepada pemegang kontrak karya. Dengan demikian perusahaan masih bisa mendapatkan cash flow guna mendukung tahapan pembangunan smelter itu," kata Erry. cnnindonesia.com

Blog Archive