Wednesday, January 28, 2015

Benarkah Amerika Utang 57 Ribu Ton Emas Murni Kepada Indonesia?

Benarkah Amerika Utang 57 Ribu Ton Emas Murni Kepada Indonesia?

Judul di atas tersebut tidak mudah untuk dijawab. Hingga kini kabar tersebut masih menjadi misteri yang belum terpecahkan.

Adalah perjanjian 'The Green Hilton Memorial Agreement" sebuah perjanjian yang dibuat pada tanggal 14 November 1963 di Hotel Hilton, Geneva (Swiss) dan ditandatangani Presiden Indonesia Soekarno, Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy dan William Vouker mewakili Swiss. Dalam perjanjian tersebut pemerintah Amerika Serikat mengakui keberadaan emas batangan senilai lebih dari 57 ribu ton emas murni.

Seperti dilansir dari situs sejarahRI.com, latar belakang dibuatnya perjanjian 'The Green Hilton Memorial Agreement' sesuai perang dunia jilid II berakhir. Usai perang dunia, kondisi negara-negara di Timur dan Barat masih dalam kondisi memprihatinkan.

Berbagai cara dilakukan oleh kepala pemerintahan untuk kembali membangun infrastruktur dan menghidupkan kembali denyut nadi perekonomian. Para pemimpin di negara-negara Barat juga berjanji kepada rakyatnya untuk memasuki era industri dan teknologi lebih baik.

Namun demikian bukan perkara mudah untuk membangun pondasi perekonomian dibekas reruntuhan puing-puing perang dunia kedua. Di tepi lain Para bankir Yahudi mengetahui bahwa negara- negara timur di Asia masih banyak menyimpan cadangan emas. Emas tersebut akan dijadikan sebagai kolateral untuk mencetak uang yang lebih banyak untuk kemudian digunakan untuk mengembangkan industri serta menguasai teknologi.

Salah satu negara yang menjadi tujuan adalah Indonesia. Singkat cerita bankir-bankir dari Bank of International Settlement (BIS) atau Pusat Bank Sentral Dari seluruh dunia menyambangi Indonesia dan bertemu dengan Presiden Soekarno.

Dalam pertemuan dengan pemimpin besar revolusi, para bankir berkata bahwa setiap negara harus mencapai konsensus untuk mendayagunakan kolateral emas untuk program kemanusiaan, pencegah terjadinya perang dan pemulihan banyak negara usai perang dunia kedua. Beberapa negara-negara di Asia semisal Tiongkok (dahulu China) dan Filipina juga menyetujui kesepakatan tersebut. Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno juga sepakat dengan nota kesepahaman tersebut.

Sebagai pertukarannya, negara-negara Asia tersebut menerima Obligasi dan Sertifikat Emas sebagai tanda kepemilikan. Adapun ribuan ton emas tersebut diserahkan kepada Federal Reserve untuk dikelola dalam program-program kemanusiaan.

Seiring dengan berjalannya waktu, Presiden Soekarno merasa tertipu dengan para bankir Yahudi. Sebab tidak ada program-program kemanusiaan yang dijalankan menggunakan kolateral. Presiden Soekarno protes keras karena telah ditipu mentah-mentah oleh para bankir internasional.

Akhirnya Pada tahun 1963, Presiden Soekarno membatalkan perjanjian dengan para Bankir Yahudi dan mengalihkan hak kelola emas tersebut kepada Presiden Amerika Serikat John F.Kennedy (JFK). Ketika itu Amerika sedang terjerat utang besar-besaran setelah terlibat dalam perang dunia. Presiden JFK menginginkan negara mencetak uang tanpa utang.

Pemerintah Amerika kemudian melobi Presiden Soekarno agar emas-emas yang tadinya dijadikan kolateral oleh bankir Yahudi dialihkan ke Amerika. Presiden Kennedy bersedia meyakinkan Soekarno untuk membayar bunga 2,5% per tahun dari nilai emas yang digunakan dan mulai berlaku 2 tahun setelah perjanjian ditandatangani.

Setelah dilakukan MoU sebagai tanda persetujuan, maka dibentuklah Green Hilton Memorial Agreement di Jenewa (Swiss) yang ditandatangani Soekarno dan John F.Kennedy. Melalui perjanjian itu pemerintah Amerika mengakui emas batangan milik bangsa Indonesia sebesar lebih dari 57.000 ton dalam kemasan 17 Paket emas.

Usai perjanjian ini Presiden Soekarno sebagai pemegang mandat terpercaya akan melakukan reposisi terhadap kolateral emas tersebut, kemudian digunakan ke dalam sistem perbankan untuk menciptakan Fractional Reserve Banking terhadap dolar Amerika. Perjanjian ini difasilitasi oleh Threepartheid Gold Commision dan melalui perjanjian ini pula kekuasaan terhadap emas tersebut berpindah tangan ke pemerintah Amerika. Dari kesepakatan tersebut, dikeluarkanlah Executive Order bernomor 11110, ditandatangani oleh Presiden JFK yang memberi kuasa penuh kepada Departemen Keuangan untuk mengambil alih hak menerbitkan mata uang dari Federal Reserve.

Apa yang pernah dilakukan oleh Franklin, Lincoln, dan beberapa presiden lainnya, agar Amerika terlepas dari belenggu sistem kredit bankir Yahudi juga diterapkan oleh Presiden JFK. Salah satu kuasa yang diberikan kepada Departemen Keuangan adalah menerbitkan sertifikat uang perak atas koin perak sehingga pemerintah bisa menerbitkan dolar tanpa utang lagi kepada Bank Sentral (Federal Reserve)

Sampai hari ini, tidak satu rupiah pun dari bunga dan nilai pokok aset tersebut dibayarkan pada rakyat Indonesia melalui pemerintah, sesuai perjanjian yang disepakati antara JFK dan Presiden Soekarno melalui Green Hilton Agreement. Padahal mereka telah menggunakan emas milik Indonesia sebagai kolateral dalam mencetak setiap dollar.

Hal yang sama terjadi pada bangsa Tiongkok dan Filipina. Karena itulah pada awal tahun 2000-an Tiongkok mulai menggugat di pengadilan Distrik New York. Gugatan yang bernilai triliunan dollar Amerika Serikat ini telah mengguncang lembaga-lembaga keuangan di Amerika dan Eropa. Namun gugatan tersebut sudah lebih dari satu dasawarsa dan belum menunjukkan hasilnya.

Sumber: http://news.merahputih.com/nasional/...ada-indonesia?

Blog Archive